Pemilu Presiden 2014 sudah dilaksanakan. Sebagai warga negara yang baik tentu saya ikut menyoblos dan memilih salah satu kandidat Presiden dan Wakil Presiden. Semoga agan - agan sekalian tidak golput ya.
Belum genap sehari, hasil hitung cepat sudah bertebaran di stasiun televisi dan media online. Sayapun penasaran bagaimana hasilnya. Terkejut melihat hasilnya, pasangan yang saya jagokan ternyata kalah. Kekecewaan menyelimuti hati ini. Saya berusaha tegar dan lapang dada. Namun, ketika berganti stasiun televisi lain, "loh ini kok menang ? piye toh ?" Suasana hati pun dilanda kebingungan. Recheck ke 'tempat' lain ternyata menang juga, pindah lagi malah kalah. Media online sama saja, semakin membuat bingung. "Lah iki piye ? Yowes, daripada bingung turu ae"
Sore menjelang buka puasa hingga terawih, media massa semakin menjadi. Hasil hitung cepat tidak ada yang sama. Media A memenangkan Y, Media B memenangkan Z begitu seterusnya. Parahnya, kedua calon pasangan Capres Cawapres mengklaim memenangkan pemilu kali ini. Seremonial itu didasari oleh hasil lembaga survey. Lucu deh, ini namanya psy war. Dampak nya timbul reaksi masyarakat yang berlebihan. Media sosial dipenuhi komentar - komentar simpatisan yang kegirangan karena kandidat pilihannya menang. Disisi lain kecewa dan berusaha berlapang dada. Tidak kalah penting, tidak sedikit saling hujat dan menjatuhkan.
Aksi saling mengomentari dan menjatuhkan tampaknya akan terus terjadi. Saya sangat sedih membaca ataupun mendengarkan adu argumen kedua pihak. Ada pendapat bahwa pihak Y berada di belakang Media A. Jika dipikir asumsi itu ada benarnya, tapi boleh juga dong mengatakan Media B juga dimotori oleh Z. Karena itu semua hanya asumsi, belum ada fakta yang menguatkan. Rupa nya masyarakat Indonesia mudah termakan isu oleh 'mereka - mereka'. Belum jauh dari pemilu kemarin, isu black campaign pun menghiasi opini masyarakat dan masyarakat pun banyak percaya. Padahal itu hanyalah asumsi tak berdasar. Maka dari itu saya berani mengatakan masyarakat Indonesia mudah termakan isu. Dan akhirnya Presiden kita pun turun tangan, menghimbau kedua pasangan untuk menjaga kerukunan dan menghentikan polemik yang terjadi di masyarakat.
Wah wah wah jikalau ini terus terjadi, dikhawatirkan akan terjadi 'gap' antara kedua kubu. Ketika hasil FINAL terbit, 22 Juli 2014 nanti, pihak yang kalah berpotensi menimbulkan KERICUHAN. Kelihatannya pemikiran saya ini muluk - muluk dan terlalu dangkal, tapi dikhawatirkan benar terjadi. Kalau benar terjadi nih, di Indonesia akan mengenal SARAP (Suku, Agama, Ras, Adat dan Pemilu) bukan SARA lagi. Isu SARA saja membuat pusing apalagi SARAP.
Akhirnya di penghujung tulisan ini, saya menyarankan untuk semua pembaca menunggu hasil akhir dari KPU 22 Juli 2014 nanti dan mengawasi jalannya penghitungan suara. Jangan termakan isu, berpikirlah dengan cerdas, kita memang berbeda, tapi kita satu, terbingkai dalam Negara Republik Indonesia.
*yang terakhir, Saya khususnya sudah muak dengan ketidaknetralan pemberitaan, saya pikir masyarakat pun sama. PR berat untuk seluruh media massa untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat. Boleh berpendapat, ternyata Orde Baru sama saja dengan era Reformasi (dalam pemberitaan).
SA41
SA41
mantap gan. Merdeka!
BalasHapusYoo Mann thanks.. Salam Kenal
Hapus