Laman

Senin, 04 November 2013

Mengenal Lebih Jauh Teknologi Pesawat Terbang Tanpa Awak

Saat ini Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) telah diproduksi oleh industri dalam negeri antara lain : PT. Dirgantara Indonesia, PT. UAV Indo, PT. Globalindo Tekhnologi Service Indonesia, PT. RAI (Robo Aero Indonesia), PT. Aviator dan PT. Carita. Adapun PTTA hasil produk dalam negeri tersebut saat ini digunakan untuk kepentingan olah raga kedirgantaraan dan beberapa industi masih mengadakan pengembangan PTTA untuk kepentingan sasaran latihan Arhanud. Dengan adanya kemampuan berbagai industri dalam negeri dalam mengembangkan PTTA tersebut, merupakan potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan PTTA yang memiliki kemampuan sebagai pesawat pengintai/pemantau sasaran/obyek dari udara. Pengembangan PTTA tersebut dilakukan dengan melengkapi sebuah kamera dan hasilnya secara langsung dapat diamati pada layer Display di Ground Station.

Dalam sebuah perancangan Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA), terlebih dahulu harus mendefinisikan misi penerbangan seperti apa yang akan dilakukan oleh pesawat tersebut. Hal ini harus dilakukan karena tidak ada satu jenis PTTA yang bisa melakukan semua misi yang ada dalam penerbangan. Pesawat Terbang Tanpa Awak dimaksudkan untuk mengemban misi pemantauan udara untuk melihat obyek yang diam atau bergerak diatas permukaan tanah. Misi tersebut dilakukan diwilayah dengan dukungan infrastruktur yang minim seperti daerah hutan, pegunungan, rawa dan lain-lain. Dengan misi tersebut, maka PTTA harus merupakan gabungan karakter antara tipe pesawat sport, trainer dan pesawat trainer glider, yaitu berkecepatan rendah, sangat stabil, dapat melayang dan mudah dikendalikan. Agar dapat melakukan pemantauan dengan seksama maka PTTA harus memiliki tinggi terbang 200 m, kecepatan terbang 60 km/jam dan lama terbang 60 menit.

Agar dapat dimobilisasi/demobilisasi dengan mudah maka pesawat tersebut harus praktis, portable dan agar dioperasikan secara “Take off hand launched” maka bobot dari pesawat harus ringan agar dapat diluncurkan dengan menggunakan tangan, sehingga berat pesawat harus lebih kecil dari 6 kg. Sementara itu, pada bagian Airframe/Fuslage PTTA terdapat berbagai instrument, untuk itu perlu lift yang besar dari pesawat, untuk memperoleh lift yang besar maka sayap harus luas, menggunakan wing aerofoil Un simetris dengan letak letak sayap berada diatas airframe dan menggunakan engine power yang tidak terlalu besar. Disamping onstrimen yang terdapat dalam pesawat, PTTA dilengkapi video camera system dengan karakteristik sebagai berikut :

Resolusi : minimum sama dengan reolusi TV yaitu 420 lines
Berat : tidak lebih dari 500 gr
Volume : tidal lebih dari 350 cm3
Telemetry : Line of Sight (LOS) dengan frekuensi yang aman

Spesifikasi PTTA:

- Panjang pesawat : 1800 mm
- Tinggi : 250 mm
- Lebar sayap : 2100 mm
- Type engine : 1,5 Hp
- Take of weight : < 6 kg
- Payload : 500 gram
- Edurance : 1 Hour
- Low speed : 20 km/h
- Normal speed : 60 km/h
- Operating Altitude : 200 meter
- Max Altitude : 1000 meter
- Radio modem : Range 10 km
- Video Downlink : Range 10 km
- Video Downlink Freq : 2,4 Ghz
- Radio Control TX Freq : 72 Mhz
- Power Sistem : 12 V DC
- Bidang kendali : Standar (2 bidang Aileron, 1 bidang elevator dan 1 bidang Rudder)

Sistem kendali PTTA:

A. Tahap manual.
Pada tahap ini take off dan landing peran pilot (operator) mutlak diperlukan untuk mengendalikan PTTA mencapai ketinggian dan kecepatan operasi yang diinginkan serta untuk mengantisipasi keadaan pengendalian yang di luar dugaan. Pada tahap ini pilot menggunakan Remote Control Transmitter (R/C Tx) untuk mengendalikan PTTA. Dalam pengujian menggunakan R/C Tx, pilot dapat dengan efektif mengendalikan PTTA sampai pada jarak 1 km dengan kondisi batere yang baik.

Kemudian setelah melalui serangkaian uji terbang, maka dilakukan beberapa perubahan pada rancangan awal. Perubahan tersebut adalah : panjang pesawat menjadi 1050 mm, panjang sayap menjadi 1800 mm dan bidang kendali aileron kiri dihilangkan. Perubahan-perubahan ini dilakukan untuk : menambah kecepatan jelajah PTTA, mendapatkan kestabilan static yang lebih baik serta meminimalisir bagian mekanik yang kritis di pesawat agar aman saat terjadi benturan ketika mendarat.

B. Tahap autopilot.
Ketika PTTA sudah berada pada ketinggian operasi dan kecepatan terbang yang diinginkan maka pilot mengaktifkan system kendali autopilot.

Sistem ini meliputi : Wing leveler untuk menjaga pesawat tetap datar/level, Airspeed hold untuk menjaga kecepatan pesawat agar tetap pada satu angka kecepatan yang telah deprogram dan Altitude hold untuk menjaga ketinggian terbang pesawat agar tetap pada satu ketinggian yang telah diprogramkan. Pada pengujian autopilot system diperoleh hasil yang sangat baik, terindikasi dengan performa terbang (ketinggian, kecepatan dan kestabilan terbang) yang baik. Pesawat ini dapat terbang dengan lintasan lurus dan mendatar.

Sistem Navigasi PTTA

PTTA memiliki system navigasi yang berbasis GPS. Pada uji penerbangan waypoint following (mengikuti titik-titik koordinat yang telah ditentukan) system navigasi ini bisa bekerja dengan baik. Navigasi berbasis GPS secara efektif memandu pesawat melakukan penerbangan PTTA melewati titik-titik koordinat yang telah diprogram dibantu dengan system autopilot. PTTA memiliki fungsi utama sebagai pengintai. Dengan demikian penempatan kamera video sebagai mata dari pesawat ini menjadi penting. Ada beberapa hal penting yang dipertimbangkan dalam penempatan kamera, antara lain memiliki sudut pandang yang terbuka, menjadi alat Bantu pengendalian bagi pilot dan ditempatkan pada dudukan yang kokoh.


Bekas Pilot Drone AS Depresi Akibat Telah Membunuh Ribuan Nyawa

WASHINGTON – Seorang bekas pilot pesawat tanpa awak (drone) didiagnosis menderita depresi. Pria bernama Brandon Bryant tersebut menyesal telah membunuh banyak orang.

Pemerintah Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan drone untuk membunuh militan di kawasan Timur Tengah. Bryant mencatat membunuh sebanyak 1.612 orang selama bertugas. Dia mengundurkan diri pada 2011 karena mengalami tekanan mental.

“Ingatan (tentang drone) membuat perut saya mual,” ujar Bryant saat diwawancarai majalah GQ, seperti dikutip CNN, Kamis (24/10/2013).

Pria berumur 27 tahun tersebut mengingat sebuah serangan drone yang dilancarkannya di Afghanistan. Dia melihat korbannya tewas secara mengenaskan melalui monitor.

“Saya melihat korban saya setelah asap rudal menghilang. Tubuh dua korban tercerai-berai, sementara seorang lainnya masih hidup namun kehilangan kakinya. Dia terlihat bingung dengan darah terus keluar dari kakinya. Saya melihatnya tewas secara perlahan,” tuturnya.

Serangan drone AS dikritik banyak pihak. Mereka menyebut serangan drone membunuh banyak warga tidak bersalah.

Namun, Pemerintah AS menganggap serangan drone diperlukan. Mereka tidak mau lagi mengirim pasukan ke wilayah konflik yang membutuhkan banyak biaya dan membahayakan nyawa tentara.

Foto Sang Pilot dan Tempat Bekerja
aksjkas




Sumber
  • http://www.youtube.com/watch?v=KbuweBgwd5I
  • http://titasinsi.blogspot.com/2012/10/pesawat-terbang-tanpa-awak-dan-revolusi.html
  • http://www.kaskus.co.id/post/5269f49fbecb173577000001#post5269f49fbecb173577000001
  • http://www.dailymail.co.uk/news/article-2249252/Brandon-Bryant-Drone-operator-followed-orders-shoot-child--decided-quit.html
  • http://international.okezone.com/read/2013/10/24/414/886203/bunuh-ribuan-orang-bekas-pilot-drone-as-depresi
  • http://abarky.blogspot.com/2012/05/pengembangan-pesawat-terbang-tanpa-awak.html

1 komentar:

  1. artikel yang cukup menarik....
    Salam hormat ,

    Kantor Hukum Balakrama
    JL Kijang 1 No 12A SEMARANG
    www.balakrama.blogspot.com
    Email:balakrama6999@gmail.com
    HP/WhatsApp/Line :0813 9080 6999
    Konsultasi Hukum Gratis hanya di Kantor Hukum Balakrama

    BalasHapus